Rabu, 27 Januari 2016

MEMBANGUN ISTIQROR QUR’ANI, MELAHIRKAN HUFFAZH HAROKI


(Materi Dauroh Tarqiyah Qur’aniyyah 25-27 Desember 2015 / 14-16 Rabi’ul Awal 1437 H, Rumah al-Qur’an Inspirasi‎‎)

Oleh: Ustadz Abdul Aziz Abdul Ra’uf 

*Notulensi taujih asli dengan beberapa perubahan redaksional

(Bagian ke-1 hingga selesai)


Pertama-tama hendaklah kita meningkatkan kualitas iman kita agar barokah setiap aktivitas kita. Tanda barokahnya adalah jika apa yang kita dapatkan melebihi dari apa yang kita upayakan.

Kita niatkan juga diri-diri kita untuk menjadi penggerak Al-Qur’an, penghafal Al-Qur’an itu sudah banyak tapi belum banyak penggerak Al-Qur’an. Kita menggerakkan hingga Al-Qur’an tersebar ke seluruh dunia dan ummat tidak saja mencintai Al-Qur’an dalam bentuk interaksi untuk pribadi namun mereka juga bergabung menjadi penggerak Al-Qur’an sehingga semakin banyak hamba-hamba Allah yang menikmati Al-Qur’an.

Oleh karena itu tema kita ini untuk memotivasi agar kita memiliki istiqror qurani untuk menjadi hafidz qur’an yang haroki.

Istiqror berasal dari bahasa Arab, istaqoro, yastaqiru, istiqror, bumi ini disebut sebagai tempat yang istiqror. Allah berfirman:
 وَلَكُمْ فِى ٱلْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَٰعٌ إِلَىٰ حِينٍ 
“…dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.” (Q.S. Al-Baqarah: 36)

Istiqror adalah sesuatu yang ajeg dan tidak berubah-ubah. Jadi jika seseorang sepanjang hidupnya melakukan tilawah itu berarti istiqror, tapi jika satu hari tilawah tapi sebulan libur, sepekan tilawah sebulan libur, sebulan tilawah setahun libur, itu bukan istiqror.

Sementara semua salafus shaleh mencontohkan adanya interaksi dengan Al-Qur’an yang istiqror. Oleh karena itu kita coba untuk mengkaji bagaimana bentuk istiqror salafus shaleh terhadap Al-Qur’an, dan kita dapat mengambil kesimpulan tentang bentuk istiqror.

Pertama, Istiqror bil Fikroh. Istiqror dalam fikroh Al-Qur’an yang sangat mempengaruhi istiqror yang lain, karena istiqror fikriyan terhadap Al-Qur’an meliputi banyak hal sesuai dengan penjelasan Al-Qur’an terhadap dirinya. Secara fikroh Al-Qur’an itu memuat tentang bagaimana berakidah kepada Allah SWT dengan baik, bagaimana beriman kepada hari akhirat dengan baik, bagaimana menyakini Al-Qur’an sebagai manhajul hayah (pedoman hidup), menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber ilmu bagi kehidupan, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai solusi dalam menghadapi kehidupan.

Nilai-nilai ini harus menjadi kokoh dalam pikiran kita sehingga ketika kita bersama Al-Qur’an maka kita merasa benar-benar bersama Allah SWT. Saat ayat-ayatNya menjelaskan tentang Allah SWT maka harus benar-benar Allah itu menjadi Akbar dalam jiwa kita sebagaimana kita sering mengucapkan “Allahuakbar”. Oleh karena itu, kita perlu mengevaluasi ayat-ayat harian kita yang menjelaskan tentang Allah, sejauh mana ayat-ayat itu menjadi perasaan khusus di dalam jiwa kita.

Misalnya saat kita membaca:
 ‎ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْحَىُّ ٱلْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُۥ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَّهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْض 
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi…” (Q.S. Al-Baqarah: 255)

Apa sesungguhnya yang bergejolak dalam perasaan kita saat membaca ayat kursi dan ayat-ayat lain yang menjelaskan tentang Allah SWT, baik tentang dirinya maupun tentang kenikmatan-kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Jadi jika masih biasa-biasa saja, tidak ada perasaan apa-apa, berarti belum terbangun fikrah Al-Qur’an sebagai dzikir kepada Allah SWT yang sampai membuat:
 وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ 
“…gemetarlah hati mereka…” (Q.S. Al-Anfaal: 2)

Padahal ayat ini menyebutkan rincian tentang Allah SWT. Tidakkah kita dapat merasakan betapa agungnya Allah ketika dirinya menyatakan:
 وَلَا يَـُٔودُهُۥ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْعَظِيمُ 
“…Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Q.S. Al-Baqarah: 255)

Bagi Allah menjaga semesta alam langit dan bumi ini sama sekali tidak memberatkan. Seperti yang diungkapkan di ayat yang lain:

 وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِن لُّغُوبٍ 
“Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan.” (Q.S. Qaaf: 38)

Allah ciptakan alam semesta ini dan Allah tidak merasakan letih sedikit pun, karena:

 وَلَا يَـُٔودُهُۥ 
“…Dan Allah tidak merasa berat…” (Q.S. Al-Baqarah: 255)

Allah tidak terbebani oleh penjagaan langit dan bumi. Dari perasaan ini seharusnya menjadi sebuah perasaan takut, perasaan rendah, perasaan betapa agungnya diriNya, betapa agungnya Allah SWT, dan betapa rendah dirinya di hadapan Allah sehingga ayat kursi itu begitu sering meneteskan air matanya, karena Rasulullah SAW mengatakan:

 رجل ذكر الله خاليا ففاضت عينه 
“Dan laki-laki yang mengingat Allah dalam kesendiriannya lalu air matanya mengalir.” (HR Bukhari – Muslim dari Abu Hurairah ra.)

Tujuh orang yang akan dinaungi di hari mahsyar nanti di mana tidak ada naungan kecuali naungan Allah salah satunya adalah orang yang ingat Allah dalam kesendiriannya kemudian berlinang air matanya. Ini bisa menjadi salah satu evaluasi sudah berapa kali… atau sudah pernahkah ayat kursi itu membuat air mata kita berlinang. Jangan sampai air mata kita sudah pernah berlinang akan tetapi hanya karena sinetron, atau sudah pernah berlinang hanya karena sebuah musibah, tapi berlinangnya air mata karena “dzakarallaah” hanya bisa dilakukan bagi yang sudah memiliki istiqror qurani secara fikroh di antaranya di dalam berakidah kepada Allah.

Dan ayat-ayat yang sejenisnya menjelaskan tentang Allah SWT, tentang nikmatNya, bagaimana Allah memberikan nikmat kepada kita dalam bentuk tempat tinggal:

 وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۢ بُيُوتِكُمْ سَكَنًا وَجَعَلَ لَكُم مِّن جُلُودِ ٱلْأَنْعَٰمِ بُيُوتًا تَسْتَخِفُّونَهَا يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ إِقَامَتِكُمْ ۙ وَمِنْ أَصْوَافِهَا وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَآ أَثَٰثًا وَمَتَٰعًا إِلَىٰ حِينٍ 
“Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).” (Q.S. An-Nahl: 80)

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّمَّا خَلَقَ ظِلَٰلًا وَجَعَلَ لَكُم مِّنَ ٱلْجِبَالِ أَكْنَٰنًا وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَٰبِيلَ 
“Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian…” (Q.S. An-Nahl: 81)

Rumah tempat kita tinggal, Allah katakan di surat An-Nahl bahwa “itu adalah pemberikanKu, Aku yang menjadikan jika kamu tinggal di rumah itu merasa sakana” kita bisa merasa benar-benar istirahat jika di rumah dan merasa benar-benar aman serta fisik kita bisa merecovery segala kelelahan-kelelahan yang ada, maka Allah akhiri ayat ini “demikianlah Allah sempurnakan nikmatNya agar kamu semakin Islam, semakin menyerahkan diri kepada Allah SWT:

 كَذَٰلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ 
“…Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).” (Q.S. An-Nahl: 81)

Sehingga yang tidak mengakui pemberian Allah di balik ini Allah katakan:

 يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ ٱللَّهِ ثُمَّ يُنكِرُونَهَا وَأَكْثَرُهُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ 
“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” (Q.S. An-Nahl: 83)

Dan seterusnya.. bagaimana kita menyiapkan kehidupan akhirat, kita tahu bagaimana situasi di akhirat nanti karena Al-Qur’an yang harapannya bisa menjadi motivasi dalam kehidupan.

Siapa yang bisa menghayati betul dahsyatnya kematian maka itu bisa menjadi motivasi amal bagi dirinya.
وَأَنفِقُوا۟ مِن مَّا رَزَقْنَٰكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِىَ أَحَدَكُمُ ٱلْمَوْتُ
  
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu…” (Q.S. Al-Munafiquun: 10)

Berinfaqlah sebelum datang kematian, siapa saja yang sudah hampir meninggalkan dunia ini salah satu amal yang paling didambakan adalah bersodaqoh.

 فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَآ أَخَّرْتَنِىٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ 
“…lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” (Q.S. Al-Munafiquun: 10)

Ini yang disebut dengan istiqror fikri. Istiqror fikri ini menjadi kurang berguna apabila tidak ada Istiqror Ta’amuli (interaksi). 

=======================================================

(Bagian ke-2)

Artinya adanya kesadaran, rasa keterpanggilan bahwa dirinya harus setiap hari membaca Al-Qur’an. Karena dengan tilawah Al-Qur’an dirinya selalu tersambung dengan Allah dengan membaca Al-Qur’an dirinya selalu merasa diingatkan oleh Allah SWT, dengan membaca Al-Qur’an dirinya selalu bertambah imannya kepada Allah SWT. Dari tilawah meningkat menjadi fikroh bagaimana agar Al-Qur’an ini bisa dihafal. Yang maksud utamanya menghafal itu agar lidah manusia itu menjadi kalimat yang terbanyak terucapkan adalah wahyu Allah SWT.

Kita harus termotivasi jika mendengar cerita orang-orang yang mau ikut semacam acara lomba menyanyi, apakah Indonesian Idol atau lainnya.. bahkan yang berjilbab pun sekarang juga ikut. Ternyata bisa sampai menang seperti itu bukan dengan bersantai-santai. Jika membaca kisahnya, ternyata sudah sejak TK memang muroja’ahnya itu adalah menyanyi. Sehari bisa lima sampai sepuluh jam itu bernyanyi, semoga bermanfaat in sya’a Allah, bahkan sampai di kamar mandi pun menyanyi. Kesimpulan yang saya dapatkan berarti sepanjang hidupnya itu yang paling banyak terucap oleh lidahnya itu adalah nyanyai-nyanyian, maka wajarlah kalau kemudian jadi uang. Walaupun itu tidak terlepas dari takdir Allah. Sebutlah ini yang saya baca adalah kehidupannya Fatin, itu luar biasa muroja’ahnya, sekarang sudah menjadi miliyarder, tapi itu tidak terlepas dari takdir Allah. Ternyata orang yang seperti dia juga banyak, tapi karena belum ditakdirkan rizkinya maka tetap saja hanya dapat nyanyinya saja, uangnya tidak dapat. Nah, seharusnya semua orang yang bisa menjadi penyanyi-penyanyi profesional itu bisa dikatakan sepanjang hidupnya bahwa kalimat yang palaing banyak diucap sepanjang hidupnya adalah kalimat nyanyian-nyanyian itu.

Maka seharusnya kita yang mempunyai Istiqror Qur’an baik dari segi fikroh maupun ta’amul merasa termotivasi, kalau ada orang yang demi untuk menyanyi saja ribuan kali dia me-muroja’ah nyanyiannya, maka kita harus semangat dengan menjadikan lidah ini yang terbanyak diucapkan adalah ayat-ayat Allah SWT. Sebelum kita berfikir tentang pahalanya, sebelum berfikir tentang fadhilahnya, bagaimana kita bisa menyukurinya sebagai karunia Allah SWT.

Kalau bukan Allah yang menggerakkan jiwa kita untuk bisa menjadikan Al-Qur’an yang terbanyak di lidah kita maka mustahil kita bisa melakukannya. Maka ketika kita syukuri bahwa saya-lah yang dipilih oleh Allah hingga bisa menjadikan ayat Al-Qur’an yang terbanyak di lidah saya, maka insya Allah kita akan mempertahankan karunia Allah SWT. Itulah hakikat menghafal.

Siapa yang menghafal in sya'a Allah akan mudah baginya untuk memahami, karena akan mudah baginya untuk mengaitkan satu ayat ke ayat yang lain hingga menjadi satu penjelasan yang utuh, penjelasanyang lebih luas, bagaimana Al-Qur’an ayat satu dengan ayat yang lain bisa saling menjelaskan.

Dan apabila ta’amul dan fikroh seperti ini menyatu dalam diri manusia, tercampur dengan darah dagingnya, tidak bisa terpisahkan oleh apa saja, maka itulah yang disebut dengan Istiqror Qur’an, qur’an yang sudah menginternal di dalam diri manusia yang kemudian menjadi sebuah sumber motivasi yang tidak ada habis-habisnya.

Itulah istiqror yang menjadikan pribadi yang haroki, pribadi yang selalu bergerak untuk hidupnya Al-Qur’an di dalam kehidupan ummat.

Oleh karena itu, marilah kita inginkan, marilah kita cita-citakan, marilah kita berikan mujahadahnya, kita perdengarkan do’a-do’a kita kepada Allah SWT, karena orang yang punya Istiqror Qur’ani ini pada sebuah hadits diistilahkan dengan Shohibul Qur’an, Bil Kholil Shohibil Qur’an. Atau hadits lain menyebutnya sebagai Ahlul Qur’an. Sehingga ketika kita berdo’a:
Allahummaj alni min ahlil quran.
(Ya Allah jadikanlah aku bagian dari para ahlul qur’an)
Maka jangan pernah berfikir hanya satu titik saja.. Ahlul Qur’an bisa membaca tanpa melihat, sayang..

<contoh dialog>
A: “Apa yang bisa dipahami dari Al-Qur’an?"
B: “Ya bisa membaca tanpa melihat 30 juz.”
A: “Yang lain-lainnya?”
B: “Tidak tahu saya. Memang ada yang lainnya?”
A: “Oh banyak…!”

Itu ibaratnya orang HP bagus android tapi bisanya hanya untuk telpon saja, untuk WA tidak mengerti, untuk FB apalagi lebih tidak mengerti. Yang dimengerti hanya untuk telpon sajam, sayang kan.. Punya Al-Qur’an hanya taunya untuk dibaca saja, titik. Maka saya jelaskan bahwa istiqror qur’ani itu adalah istiqror yang syamil, istiqror yang meliputi berbagai macam makna dan fikroh di dalam Al-Qur’an yang kita harapkan akan membersamai kita sampai kita dipanggil oleh Allah SWT. Jadi tidak mengenal hari, tidak mengenal pekan, tidak mengenal bulan, tidak mengenal tahun, tidak mengenal kondisi, akan tetapi menjadi keyakinan dan pegangan hidupnya bahwa saya harus bisa menjadi Ahlul Qur’an, saya harus bisa menjadi Shohibul Qur’an.

=======================================================

(Bagian ke-3)

Ikhwan dan akhwat fillah rahimakumullah, ketika kita sudah menyakini betapa besarnya karunia Allah sebuah istiqror qur’ani, maka sebenarnya di mana letak keagungan dan kebesaran karunia ini? Atau jika kita tanyakan, di mana letak prestasi sesungguhnya pada orang yang sudah punya istiqror qur’an? Apakah karena kehebatannya membaca tanpa melihat? Diminta baca surat apa saja langsung bisa..

Coba baca ayat ini:
 رَّبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَٱعْبُدْهُ وَٱصْطَبِرْ لِعِبَٰدَتِهِۦ ۚ هَلْ تَعْلَمُ لَهُۥ سَمِيًّا 
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)? (Q.S. Maryam: 65) dan seterusnya..

Apakah karena dia tahu ayat apa saja, surat apa saja, bahkan halaman berapa saja? Kalau hanya itu yang dipahami sebagai sebuah prestasi maka masih ada yang bisa menyaingi dia, siapa yang menyaingi orang seperti itu? Ya.. laptop atau HP kita, HP kita juga bisa, pintar sebenarnya, HP kita bisa mengaji tanpa salah. Laptop kita juga begitu, kita tinggal minta surat An-Nur ayat 59, klik maka keluar. Jadi sayang sekali kalau yang dianggap wah dari Al-Qur’an itu hanya kemampuan bacanya. 

Atau yang dianggap adalah popularitasnya, diberitakan di sana sini. Sayang sekali jika memang itu yang menjadi wah, tetap saja sehebat-hebatnya orang yang terkenal karena Al-Qur’an nya itu masih hebat artis, artis itu lebih terkenal karena fans yang senang dengan Al-Qur’an jumlahnya terbatas, di Jogja mungkin tidak sampai seratus ribu orang, apalagi di Jakarta lebih sedikit lagi.. Ingin menjadi terkenal lewat Al-Qur’an ? Tidak banyak hasilnya, jika ingin jadi terkenal jadilah artis. Dari segi hartanya, bahkan lebih sedikit lagi. Jika ingin harta maka fokus saja ke bisnis.

Jadi ini harus jelas, apa yang menjadi istimewa dari istiqror qur’ani itu?

Maka di sini bisa kita pahami dua hal.

Pertama, orang yang punya istiqror qur’ani itu keistimewaannya adalah di balik kemampuan dirinya menjaga hal-hal yang merusak dirinya, hal-hal yang bisa menjadikan dirinya tidak berprestasi, prestasi yang sesungguhnya di sisi Allah SWT, ini dari segi penjagaan. Jadi, orang yang punya istiqror qur’ani itu mampu menjadikan Al-Qur’an menginternal di dalam dirinya, maka bisa dipastikan bahwa berarti dia adalah orang yang selalu berhasil dengan seizin Allah untuk menjaga hawa nafsunya. Nafsu itu punya sifat amalum bi su’ni, senang kepada yang buruk, atau kalau tidak buruk maka bisa menurun kepada yang mudah. Jadi betapa hebatnya, betapa harus kita dambakan orang yang punya istiqror qur’ani, karena itu berarti menjadi orang yang selalu menang dengan hawa nafsunya.

Bukan berarti dia tidak punya rasa malas, dia tetap punya rasa malas akan tetapi hebat prestasinya itu dia selalu bisa mengatasi rasa malas. Apakah dengan do’a:
 للَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ 
“Berlindung dari ketidakberdayaan dan kemalasan.”

Apakah dengan mujahadahnya. “Sebenarnya hari ini saya malas, tapi rugi kalau saya hari ini tidak baca Al-Qur’an.” Dan dia tetap membaca Al-Qur’an, maka jika sering seperti itu maka lama-kelamaan malasnya yang bosan menggoda jiwa manusia.

Bukan juga dia tidak punya futur, malas, jenuh, tapi dia bisa mengatasi futurnya. Jadi, betul Allah katakan:
 فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا,وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّىٰهَا 
 “dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (Q.S. Asy-Syams: 7-8)

Jiwa itu punya kecenderungan kepada yang negatif dan kepada yang positif, tapi dia dengan mujahadahnya berhasil terjaga hingga unsur-unsur negatifnya menjadi sedikit, yang lebih banyak adalah unsur-unsur positifnya.

Yang kedua, berarti dia berhasil menjaga dirinya dari godaan setan, tiap kali setan menggoda dirinya tapi tidak berhasil, besok menggoda tidak berhasil, bulan depan menggoda tidak berhasil. Oleh karena itu permasalahan dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an itu semua orang hampir sama, merasa ngantuk, merasa lama, itu semua sama, karena memang setannya sama. Lima menit dikira satu jam, begitu dilihat betul baru lima menit tapi tidak percaya, lantas dihitung halamannya, dan betul baru lima halaman. Tapi dia tidak menyerah, biarlah itu memang manusiawi tapi saya akan tetap baca. 

Ataupun bisa disimpulkan bahwa dia telah berhasil menjaga dirinya dari lima hal yang selalu menggoda manusia, yang selalu mempengaruhi diri manusia kea rah negatif. Apa saja lima hal itu? 

=======================================================

(Bagian ke-4)

... Lima hal yang selalu menggoda manusia <hingga manusia jauh dari Istiqror Qur'ani>, yang selalu mempengaruhi diri manusia ke arah negatif. Apa saja lima hal itu?

Yang pertama adalah Mu'minun Yahsudu, bisa jadi temannya sendiri yang notabene beriman atau mungkin orang-orang dekatnya Yahsudu, bersifat hasud pada dirinya, iri hati, karena biasanya pribadi yang punya Istiqror Qur'ani itu walaupun ia tidak berharap, walaupun ia tidak memikirkan tahu-tahu Allah mengangkat hidupnya. Dan orang-orang sekelilingnya yang tidak siap itu bisa jadi sakit hati.

<contoh dialog>
A: "Saya kan lebih senior dari dia, kok sekarang dia lebih hebat?"

Cukup banyak cerita seperti ini. Kemarin terjadi salah seorang murid saya mengontrak di satu tempat karena memang jiwanya selalu ingin melayani ummat terhadap Al-Qur'an, maka walaupun dia sudah berdakwah dengan Fiqhud Dawahnya, tapi tiba-tiba tetap ada saja orang meng-isu-kan: "Itu si Fulan orang ISIS", lantas ramailah se-RT. Ya namanya orang cuma sakit hati, tidak punya data.. Maka orang-orang itu dikumpulkan, didatangi satu-persatu. Dan akhirnya tidak perlu diajak diskusi lagi, mereka cuma tidak menyampaikan saja bahwa sebenarnya mereka hanya iri hati. Dan kesepakatannya orang-orang itu minta maaf dan diminta tolong clear-kan kepada orang-orang yang sudah dia sebarkan fitnah terhadap murid saya ini agar dibersihkan namanya. Itu hanya salah satu contoh, dan masih banyak contoh yang lain bahwa tidak mustahil yang menghalangi diri seseorang untuk bergerak dengan Al-Quran itu adalah temannya sendiri, Mu'minun Yahsudu. Tapi dia tidak peduli dan terus berjalan.

Ke-dua, tidak mustahil ia menghadapi Kaafirun Yuqotiluhu, orang kafir yang memeranginya. Walaupun kita tidak memeranginya, tapi tetap saja gerakan-gerakan kekufuran itu membuat kita menjadi sulit untuk berkembang lebih besar karena ada upaya-upaya orang kafir.

Ke-tiga, Munaafiqun Gubhitu, munafik yang selalu membencinya, membenci di belakang kita tapi di depan kita mengatakan "Masyaa Allah bagus".

Ke-empat, Syaithoonun Yudhillu, setan yang selalu berusaha menyesatkan.

Dan yang ke-lima adalah Nafsun Tunaziuhu, hawa nafsu yang selalu membuat dirinya berada dalam tarik-menarik. Pikirannya ingin tilawah tapi jiwanya mengatakan Jangan, nanti dulu, begitu saja terus manusia itu.

Jadi prestasinya adalah ketika dia bisa menghadapi hal-hal yang menjauhkan dirinya dari Al-Quran tapi bisa dihadapi, ditundukan, dikalahkan dengan mujahadahnya, dengan dengan doanya, dengan keyakinankan terhadap apa yang dijanjikan oleh Allah SWT. Ini prestasi pertama orang yang memiliki Istiqror Qur'ani.

=======================================================

(Bagian ke-5)

Prestasi yang ke-dua adalah di dalam kesabarannya saat melaksanakan ketaatan kepada Allah SWt. Jadi jika tadi Istiqror Qur’ani hanya bisa dipahami tentang kemampuannya membaca tanpa melihat maka dia bisa dikalahkan oleh sebuah HP, karena ya HP tidak pakai mujahadah, HP itu tidak perlu bersabar. Tapi kalau manusia bisa seperti HP di dalam membaca Al-Qur’an karena dia sudah membayar berbagai macam ketaatan-ketaatan kepada Allah SWT. Jadi kesabarannya dalam ketaatan bersama Al-Qur’an itu di antaranya adalah tekadnya untuk istiqomah dan tsabat bersama Al-Qur’an, walaupun bisa jadi banyak hal-hal yang membuat dirinya tidak istiqomah. Sehingga karena istiqomah itu ternyata belum bisa menjadi jaminan bagi setiap orang dekat dengan Al-Qur’an, maka muncul istilah-istilah yang bisa jadi ini ada benarnya namun bisa jadi juga ada salahnya, yakni ada istilah Hafidzh Setoran, Hafidzh Setoran itu hafidzh yang senangnya setor saja, setelah setor sudah besoknya tidak diapa-apakan lagi (hafalannya). Bisa menjadi benar istilah ini jika kita sampai terjerumus dalam kondisi ini. Atau mungkin jika di dauroh ini ada istilah Hafidzh Dauroh yang menghafalnya jika ada dauroh saja. Atau seperti saat saya kuliah itu ada Hafidz Kurikulum yang menghafalnya karena kurikulumnya harus menghafal. Ada juga Hafidzh Musabaqoh yang muroja’ahnya hanya jika ada musabaqoh saja. Maka kita perlu memahami Istiqor Qur’ani agar kita menjadi hafidzh yang ahlul qur’an, atau hafidzh yang shohibul qur’an, yang pengikat diri dalam kebersamaannya dengan Al-Qur’an adalah Allah. Tapi juga salah jika kita men-judge bahwa semua orang yang ikut dauroh, pelatihan, mukhoyyam akan menjadi Hafidzh Dauroh seperti itu, maka itu salah, karena bisa jadi itulah yang akan mengantarkan dirinya menjadi Ahlul Qur’an. Karena ikut muhkoyyam qur’an dirinya menjadi termotivasi. Namun ada juga perserta muhkoyyam yang mengatakan bahwa semangat mukhoyyam itu hanya ada padanya selama sepuluh hari, setelah itu sudah biasa saja, nah itu yang benar disebut Hafidzh Mukhoyyam. Sementara ada seorang salafush shaleh mengatakan, “Ketika kami berada di dalam Ramadhan sebagai Syahrul Qur’an itu dampaknya kepada kami selama enam bulan”. Berarti dampak Ramadhan ada dari mulai Syawwal sampai Rabi’ul Awwal, begitu sampai Rabbi’ul Tsaniy itu adalah masa untuk mempersiapkan Ramadhan enam bulan kemudian. Dan Alhamdulillah orang-orang yang ikut mukhoyyam Al-Qur’an jumlahnya lebih banyak yang mana mukhoyyam itu mengantarkan betul-betul menjadi shohibul qur’an atau ahlul qur’an, orang yang punya istiqror qur’an. Maka kita harus waspada bahwa hadirnya kita di dauroh ini hanya sebagai batu loncatan. Maka dari awal saya ingatkan untuk perbaharui dan tingkatkan niat kita untuk betul-betul menjadi ahlul qur’an yang diinginkan oleh Allah SWT dan RasulNya.

Prestasinya juga dalam kesabaran ketaatannya adalah ketika orang yang punya istiqror qur’ani itu dilihat oleh Allah kesabaran dalam berbagai macam usahanya. Seperti ketika sedang tilawah ketika sangat mengantuk sampai-sampai memgang mushaf saja sudah tidak kuat, tapi masih terus berusaha, mencoba untuk berwudhu, setelah berwudhu setengah jam kemudia ternyata mengantuk lagi. Hal-hal seperti inilah yang akan dibanggakan oleh Allah atas hambaNya. Atau saat dia menghadapi suatu tarikan-tarikan agar dia meninggalkan Al-Qur’an tapi dia berusaha untuk terus bersama Al-Qur’an, inilah prestasinya yang dihargai dan diapresiasi oleh Allah SWT. Sehingga dia terus tidak pernah menyerah dengan kondisi-kondisi yang memutuskan untk bersama Al-Qur’an. Itulah yang tidak dimiliki oleh HP dan laptop kita, atau oleh artis orang-orang populer, mereka tidak memiliki kesabaran untuk bersama dengan Al-Qur’an. atau bersabar di dalam ketaatan kepada Allah SWT, “Saya sudah hafal Al-Baqarah, bagaimana hingga Al-Baqarah ini bisa menghiasi sholat saya. Jadi sholat baik sunnah apalagi sholat wajib itu baginya adalah keindahan saat dia lebih banyak bisa membaca ayat-ayat Allah SWt. Sementara sebagian besar orang-orang beriman, walaupun itu sudah harus disyukuri, setelah takbir lalu Al-Fatihah namun belum baca saja di pikirannya sudah terlintas, “Sebentar lagi Al-Ikhlas… Sebentar lagi Al-Ikhlas”, tapi orang yang punya Istiqror Qur’ani, “Sebentar lagi saya membaca An-Nahl… Sebentar lagi saya membaca Al-Isra… Sebentar lagi saya membaca Al-Baqarah”, kalau dia masih rindu dengan Al-Ikhlas setelah menbaca surat itu baru dia membaca Al-Ikhlas seperti yang dilakukan oleh sebagian sahabat.

Prestasinya adalah kerinduannya terhadap ayat-ayat Allah sebagai kalamNya sebelum kerinduannya pada pahala dan fadhilahnya, itu sudah tidak lagi menjadi motivasi utama bagi dirinya, namun Al-Qur’an ini sebagai firman Allah itulah yang membuat dirinya ingin selalu melantunkan ayat-ayat Allah itu di dalam kehidupanNya. Sehingga tanpa terasa lima, sepuluh, dua tahun berlalu dirinya masih terus sibuk dengan Al-Qur’an. Inilah yang harus kita pahami terkait dengan Istiqror Qur’an hingga dia terus bersemangat menularkan hidayah ini kepada ummat di mana pun mereka berada, di mana pun mereka membutuhkan, supaya semua bersama mendapatkan kenikmatan Al-Qur’an ini di antaranya dengan adanya Istiqror Qur’an, rasa yakinnya yang tidak bisa diubah oleh apapun, baik oleh perjalanan masa, baik oleh kondisi dalam hidupnya, oleh apapun tidak bisa karena tahalluq-nya (keterikatan-nya) yang kuat kepada Allah SWT. Maka semoga tema ini betul-betul bisa meluruskan pemikiran kita atau mengevaluasi perjalanan kita bersama Al-Qur’an yang sudah cukup marak ini sehingga kita terjaga dari hal yang sangat disayangkan yakni sudah berada di lingkaran Al-Qur’an tapi belum sepenuhnya mendapatkan Al-Qur’an. Maka tema ini kita kaji agar betul-betul Al-Qur’an ini mengantarkan kita hingga bertemu dengan Allah SWT. Assalaamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.

(Selesai)

FB: RQ Inspirasi
Fanpage: Rumah Qur’an Inspirasi
Website: www.rumahquran.or.id
Silahkan disebar-luaskan. :)

0 comments:

Posting Komentar

 

© 2015 - Distributed By Free Blogger Templates | Lyrics | Songs.pk | Download Ringtones | HD Wallpapers For Mobile